KISAH UMAR BIN KHATTAB RA bag.1
Masuk Islamnya 'Umar bin al-Khaththab
radhiallaahu 'anhu
Di tengah suhu yang sama pula, seberkas cahaya yang lebih
benderang dari yang pertama kembali menyinari jalan. Itulah, keislaman 'Umar
bin al-Khaththab. Dia masuk Islam pada bulan Dzulhijjah, tahun ke-6 dari
kenabian, yaitu tiga hari setelah keislaman Hamzah radhiallaahu 'anhu. Nabi
Shallallâhu 'alaihi wasallam memang telah berdoa untuk keislamannya sebagaimana
hadits yang dikeluarkan oleh at-Turmuziy (dan dia menshahihkannya) dari Ibnu
'Umar dan hadits yang dikeluarkan oleh ath-Thabraniy dari Ibnu Mas'ud dan Anas
bahwasanya Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam bersabda: "Ya Allah!
muliakanlah/kokohkanlah Islam ini dengan salah seorang dari dua orang yang
paling Engkau cintai: 'Umar bin al-Khaththab atau Abu Jahal bin Hisyam".
Ternyata, yang paling dicintai oleh Allah adalah 'Umar radhiallaahu 'anhu.
Setelah meneliti secara cermat seluruh periwayatan yang
mengisahkan keislamannya, nampak bahwa campaknya Islam ke dalam hatinya
berlangsung secara perlahan, akan tetapi sebelum kita membicarakan
ringkasannya, perlu kami singgung terlebih dahulu karakter dan watak dari
kepribadiannya.
Sumber Gambar: forum.indowebster.com
Beliau radhiallaahu 'anhu dikenal sebagai seorang yang
temperamental dan memiliki harga diri yang tinggi. Sangat banyak kaum muslimin
merasakan beragam penganiayaan yang dilakukannya terhadap mereka. Sebenarnya,
secara lahiriyah apa yang menghinggapi perasaannya amatlah kontras; antara
keharusan menghormati tatanan adat yang telah dibuat oleh nenek moyangnya,
kekaguman terhadap mental baja kaum muslimin dalam menghadapi berbagai cobaan
demi menjaga 'aqidah mereka serta timbulnya berbagai keraguan dalam dirinya
sementara sebagai seorang cendikiawan dia beranggapan bahwa apa yang diseru
oleh Islam bisa saja lebih agung dan suci dari selainnya; oleh karena itu
begitu memberontak langsung saja dia berteriak lantang.
Mengenai ringkasan kisah tersebut -yang sudah disinkronkan-
berkaitan dengan keislamannya; bermula dari tindakannya pada suatu malam
bermalam di luar rumahnya, lalu dia pergi menuju al-Haram dan masuk ke dalam
tirai Ka'bah. Saat itu, Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam tengah berdiri
melakukan shalat dan membaca surat al- Hâqqah . Pemandangan itu dimanfaatkan
oleh 'Umar untuk mendengarkannya dengan khusyu' sehingga membuatnya terkesan
dengan susunannya. Dia berkata: "aku berkata pada diriku: 'Demi Allah! ini
(benar) adalah (ucapan) tukang sya'ir sebagaimana yang dikatakan oleh
orang-orang Quraisy!'. Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam membaca :
"Innahû laqaulu rasûlin karîm. Wa mâ huwa biqauli syâ'ir. Qalîlan mâ
tu'minûn (artinya: 'sesungguhnya al-Qur'an itu adalah benar-benar wahyu (Allah
yang diturunkan kepada kepada) Rasul yang mulia, dan al-Qur'an itu bukanlah
perkataan seorang penyair. Sedikit sekali kalian beriman kepadanya')" .
(Q.S. al-Hâqqah: 40, 41). Lantas aku berkata pada diriku: "ini adalah
(ucapan) tukang tenung". Lalu beliau meneruskan bacaannya: "wa lâ
biqauli kâhin. Qalîlan mâ tadzakkarûn. Tanzîlun min rabbil 'âlamîn (artinya:
'Dan, bukan pula perkataan tukang tenung. Sedikit sekali kalian mengambil
pelajaran darinya. Ia adalah wahyu yang diturunkan dari Rabb semesta
alam')" hingga akhir surat tersebut. Maka, ketika itulah Islam memasuki
relung hatiku' ".
Inilah awal benih-benih Islam merangsak ke dalam relung hati
'Umar bin al-Khaththab. Tetapi kulit luar sentimentil Jahiliyyah dan fanatisme
terhadap tradisi serta kebanggaan akan agama nenek moyang justru mengalahkan
inti hakikat yang dibisikkan oleh hatinya. Akhirnya, dia tetap bergiat dalam
upayanya melawan Islam, tanpa menghiraukan perasaan yang bersemayam dibalik
kulit luar tersebut.
Diantara bukti nyata kekerasan wataknya dan rasa permusuhan
yang sudah di luar batas terhadap Rasulullah adalah saat suatu hari dia keluar
sambil menghunus pedang hendak membunuh beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Ketika itu, dia bertemu dengan Nu'aim bin 'Abdullah an-Nahham al-'Adawiy.
(dalam riwayat yang lain disebutkan: "seseorang dari suku Bani
Zahrah" atau "seseorang dari suku Bani Makhzum"). Orang tersebut
berkata: "hendak kemana engkau, wahai 'Umar?".
Dia menjawab:"aku ingin membunuh Muhammad".
Orang tersebut berkata lagi:"kalau Muhammad engkau
bunuh, bagaimana engkau akan merasa aman dari kejaran Bani Hasyim dan Bani
Zahrah?".
'Umar menjawab: "menurutku, sekarang ini engkau sudah
menjadi penganut ash-Shâbiah (maksudnya: Islam-red) dan keluar dari
agamamu".
Orang itu berkata kepadanya:"maukah aku tunjukkan
kepadamu yang lebih mengagetkanmu lagi, wahai 'Umar? Sesungguhnya saudara
(perempuan) dan iparmu juga telah menjadi penganut ash-Shâbiah dan meninggalkan
agama mereka berdua yang sekarang ini!".
Mendengar hal itu, 'Umar dengan segera berangkat mencari
keduanya dan saat dia sampai di tengah-tengah mereka, disana dia menjumpai
Khabbab bin al-Aratt yang membawa shahîfah (lembaran al-Qur'an) bertuliskan:
"Thâha" dan membacakannya untuk keduanya –sebab dia secara rutin
mendatangi keduanya dan membacakan al-Qur'an terhadap keduanya-. Tatkala
Khabbab mendengar gerak-gerik 'Umar, dia menyelinap ke bagian belakang rumah
sedangkan saudara perempuan 'Umar menutupi shahifah tersebut. Ketika mendekati
rumah, 'Umar telah mendengar bacaan Khabbab terhadap mereka berdua, karenanya
saat dia masuk langsung bertanya:"Apa gerangan suara bisik-bisik yang aku
dengar dari kalian?".
Keduanya menjawab: "tidak, hanya sekedar perbincangan
diantara kami".
Dia berkata lagi: "nampaknya, kalian berdua sudah
menjadi penganut ash-Shâbiah".
Iparnya berkata: "wahai 'Umar! Bagaimana pendapatmu jika
kebenaran itu berada pada selain agamamu?".
Mendengar itu, 'Umar langsung melompak ke arah iparnya
tersebut lalu menginjak-injaknya dengan keras. Lantas saudara perempuannya
datang dan mengangkat suaminya menjauh darinya namun dia justru ditampar oleh
Umar sehingga darah mengalir dari wajahnya -dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan
bahwa dia memukulnya sehingga memar terluka-. Saudaranya berkata dalam keadaan
marah:"wahai 'Umar! Jika kebenaran ada pada selain agamamu, maka
bersaksilah bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain Allah dan
bersaksilah bahwa Muhammad adalah Rasulullah".
Manakala 'Umar merasa putus asa dan menyaksikan kondisi
saudaranya yang berdarah, dia menyesal dan merasa malu, lalu
berkata:"berikan kitab yang ada ditangan kalian ini kepadaku dan bacakan
untukku!".
Saudaranya itu berkata:"sesungguhnya engkau itu najis,
dan tidak ada yang boleh menyentuhnya melainkan orang-orang yang suci; oleh
karena itu, berdiri dan mandilah!". Kemudian dia berdiri dan mandi, lalu
mengambil kitab tersebut dan membaca: Bismillâhirrahmânirrahîm. Dia berseloroh:
"sungguh nama-nama yang baik dan suci". Kemudian dia melanjutkan dan
membaca (artinya): "Sesungguhnya Aku ini adalah Allah, tidak ada Ilah (yang
hak) selain Aku, maka sembahlah Aku dan dirikanlah shalat untuk mengingat
Aku". (QS. 20/thâha: 14). Dia berseloroh lagi: "alangkah indah dan
mulianya kalam ini! Kalau begitu, tolong bawa aku ke hadapan Muhammad!".
Saat Khabbab mendengar ucapan 'Umar, dia segera keluar dari
persembunyiannya sembari berkata:"wahai 'umar, bergembiralah karena
sesungguhnya aku berharap engkaulah yang dimaksud dalam doa Rasulullah pada
malam Kamis "Ya Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam ini dengan salah
seorang dari dua orang yang paling Engkau cintai: 'Umar bin al-Khaththab atau
Abu Jahal bin Hisyam". Sementara Rasulullah (saat ini) ada di rumah yang
terletak di kaki bukit shafa.
'Umar mengambil pedangnya sembari menghunusnya, lalu
berangkat hingga tiba di rumah tempat beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam
berada tersebut. Dia mengetuk pintu, lalu seorang penjaga pintu mengintip dari
celah-celah pintu tersebut dan melihatnya menghunus pedang. Penjaga tersebut
kemudian melaporkan hal itu kepada Rasulullah. Para shahabat yang berjaga
bersiaga penuh mengantisipasinya. Gelagat mereka tersebut mengundang tanda
tanya Hamzah:
"ada apa gerangan dengan kalian?".
Mereka menjawab: " 'Umar!".
Dia berkata: "oh, 'Umar! Bukakan pintu untuknya! Jika
dia datang dengan niat baik, kita akan membantunya akan tetapi jika dia datang
dengan niat jahat, kita akan membunuhnya dengan pedangnya sendiri".
Saat itu, Rasulullah masih di dalam rumah dan diberitahu
perihal 'Umar, maka beliau pun keluar menyongsongnya dan menjumpainya di bilik.
Beliau memegang baju dan gagang pedangnya, lalu menariknya dengan keras, seraya
bersabda:"tidakkah engkau akan berhenti dari tindakanmu, wahai 'Umar
hingga Allah menghinakanmu dan menimpakan bencana sebagaimana yang terjadi
terhadap al-Walid bin al-Mughirah? Ya Allah! inilah 'Umar bin al-Khaththab! Ya
Allah! muliakanlah/kokohkanlah Islam dengan 'Umar bin al-Khaththab!". Umar
berkata:"Aku bersaksi bahwa tiada Tuhan (Yang berhak disembah) selain
Allah dan engkau adalah Rasulullah". Dan dia pun masuk Islam yang disambut
dengan pekikan takbir oleh penghuni rumah sehingga terdengar oleh orang yang
berada didalam al-Masjid (al-Haram-red).
'Umar radhiallaahu 'anhu merupakan sosok yang memiliki rasa
harga diri yang tinggi dan keinginan yang tidak boleh dihalang-halangi; oleh
karena itulah, keislamannya menimbulkan goncangan luar biasa di kalangan kaum
Musyrikun dan membuat mereka semakin terhina dan patah arang sementara bagi
kaum Muslimin, hal itu menambah 'izzah, kemuliaan dan kegembiraan.
Sumber Gambar: http://theuppertaker.deviantart.com
Ibnu Ishaq meriwayatkan dengan sanadnya dari 'Umar, dia
berkata:"tatkala aku sudah masuk Islam, aku mengingat-ingat, sesiapa
penduduk Mekkah yang paling keras terhadap Nabi Shallallâhu 'alaihi wasallam.
Aku berkata: ' pasti Abu Jahal lah orangnya". Lalu aku datangi dia dan aku
ketuk pintu rumahnya. Dia pun keluar menyambutku sembari berkata:
"selamat datang! Ada apa denganmu?".
"aku datang untuk memberitahumu bahwa aku telah beriman
kepada Allah dan RasulNya, Muhammad, serta membenarkan apa yang telah
dibawanya". Lalu dia menggebrak pintu di hadapan wajahku sembari berkata:
"Mudah-mudahan Allah menjelekkanmu dan apa yang engkau
bawa".
Dalam versi Ibnu al-Jauziy disebutkan bahwa 'Umar
radhiallaahu 'anhu berkata:"Dulu, jika seseorang masuk Islam, maka
orang-orang menggelayutinya lantas memukulinya dan dia juga memukuli mereka,
namun tatkala aku telah masuk Islam, aku mendatangi pamanku, al-'Âshiy bin
Hâsyim, dan memberitahukan kepadanya hal itu, dia malah masuk rumah. Lalu aku pergi
ke salah seorang pembesar Quraisy -sepertinya Abu Jahal- dan memberitahukannya
perihal keislamanku, tetapi dia juga malah masuk rumah".
Ibnu Hisyam juga menyebutkan -demikian pula Ibnu al-Jauziy
secara ringkas- bahwa ketika dia ('Umar) masuk Islam, dia mendatangi Jamil bin
Ma'mar al-Jumahiy – yang merupakan penyambung lidah Quraisy yang paling getol -
dan memberitahukan kepadanya tentang keislamannya, orang ini langsung berteriak
dengan sekeras-kerasnya bahwa Ibnu al-Khaththab telah menjadi penganut ash-Shâbiah.
Umar pun menimpali –dibelakangnya- : "dia bohong, akan tetapi aku telah
masuk Islam". Merekapun menyergapnya sehingga akhirnya terjadilah
pertarungan antara 'Umar seorang diri melawan mereka. Pertarungan itu baru
selesai saat matahari sudah berada tepat diatas kepala mereka, tetapi 'Umar
sudah nampak kepayahan. Dia hanya bisa duduk sementara mereka berdiri dekat
kepalanya. Dia berkata kepada mereka:"lakukanlah apa yang kalian suka.
Sungguh aku bersumpah atas nama Allah, bahwa andai kami berjumlah tiga ratus
orang, niscaya telah kami biarkan mereka untuk kalian atau kalian biarkan
mereka untuk kami".
Setelah kejadian itu, kaum Musyrikun berangkat dalam jumlah
besar menuju rumahnya dengan tujuan akan membunuhnya. Imam al-Bukhariy
meriwayatkan dari 'Abdullah bin 'Umar, dia berkata:"Saat 'Umar berada di
rumahnya dalam kondisi cemas, datanglah al-'Âsh bin Wâil as-Sahmiy, Abu 'Amru,
sembari membawa mantel dan baju yang dilipat dan terbuat dari sutera. Dia
berasal dari suku Bani Sahm yang merupakan sekutu kami di masa Jahiliyyah.
'Umar berkata kepadanya: "ada apa denganmu?".
"kaummu mengaku akan membunuhku bila aku masuk
Islam", katanya.
'Umar berkata – setelah mengatakan kepadanya: 'kamu aman'-:
"kalau begitu, tidak akan ada yang bisa melakukan hal itu
terhadapmu".
Asl-Âsh kemudian keluar dan mendapatkan banyak orang yang
sudah memadati lembah tersebut, lantas dia berkata kepada mereka:" hendak
kemana kalian?"
Mereka menjawab:"menemui si Ibnu al-Khaththab yang sudah
menjadi penganut ash-Shâbiah ini!".
Dia menjawab: "kalian tidak akan bisa melakukan hal itu
terhadapnya". Orang-orang itupun pergi secara bergerilya.
Dalam riwayat Ibnu Ishaq disebutkan :"demi Allah!
seolah-olah mereka itu bagaikan pakaian yang tersingkap".
Demikianlah dampak keislamannya terhadap kaum Musyrikun,
sedangkan terhadap kaum muslimin adalah sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam
Mujâhid dari Ibnu 'Abbas, dia berkata:"aku bertanya kepada 'Umar: 'kenapa
kamu dijuluki al-Fârûq? '.
Dia berkata: 'Hamzah masuk Islam tiga hari lebih dahulu
dariku -selanjutnya dia menceritakan kisah keislamannya, dan diakhirnya dia
berkata- lalu aku berkata (saat aku sudah masuk Islam):
"Wahai Rasulullah! Bukankah kita berada diatas
kebenaran; mati ataupun hidup?".
Beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam menjawab: "tentu
saja! Demi Yang jiwaku berada ditanganNya, sesungguhnya kalian berada diatas
kebenaran; mati ataupun hidup".
Lalu aku berkata: "lantas untuk apa
bersembunyi-sembunyi? Demi Yang telah mengutusmu dengan kebenaran, sungguh kita
harus keluar (menampakkan diri). Lalu beliau Shallallâhu 'alaihi wasallam
membagi kami dalam dua barisan; salah satunya dipimpin oleh Hamzah dan yang
lainnya, dipimpin olehku. deru debu dan pasir tersebut yang ditinggalkannya
ibarat ceceran gandum yang dihaluskan. Akhirnya kami memasuki al-Masjid
al-Haram. Kemudian aku menoleh ke arah Quraisy dan Hamzah; mereka tampak
diliputi oleh kesedihan yang tidak pernah mereka rasakan seperti itu
sebelumnya. Sejak saat itulah, Rasulullah menamaiku "al-Fârûq ".
Ibnu Mas'ud sering berkata:"sebelumnya, kami tak berani
melakukan shalat di sisi Ka'bah hingga 'Umar masuk Islam".
Dari Shuhaib bin Sinan ar-Rûmiy radhiallaahu 'anhu, dia
berkata:"ketika 'Umar masuk Islam, barulah Islam menampakkan diri dan
dakwah kepadanya dilakukan secara terang-terangan. Kami juga berani duduk-duduk
secara melingkar di sekitar Baitullah, melakukan thawaf, mengimbangi perlakuan
orang yang kasar kepada kami serta membalas sebagian yang diperbuatnya".
Dari
'Abdullah bin Mas'ud, dia berkata:"kami senantiasa merasakan 'izzah sejak
'Umar masuk Islam"
Smg Bermanfaat bagi kita semua....