"""""""WELCOME Dhafa Alfaruq " N01Akhirat.blogspot.com"""""""

Kisah Anak Kecil Yang Menumbangkan Ulama Sombong dan Tersesat

Kisah Anak Kecil Yang Menumbangkan Ulama Sombong dan Tersesat

Di masa Imam Abu Hanifah masik kecil,sekitar umur 7 tahun,terdapatlah seorang ulama yang yang memiliki ilmu luas dan tiada bandingannya pada waktu itu namanya Dahriyyah. Seluruh ulama pada waktu itu tak mampu menandinginya disaat berdebat,terutama dalam bab tauhid,oleh karena dialah yang merasa pintar,maka muncullah sifat kesombongannya bahkan na’udzubillah akhirnya ia berani mengatakan bahwa Allah itu tidak ada,sayangnya para ulamapun tak mampu mengalahkan dia dalam berdebat,lalu pada suatu pagi dikumpulkanlah para ulama disuatu majlis milik Syaikh Himad guru Imam Abu Hanifah,dan hari itu Abu Hanifah yang masih kecil hadir dimajlis itu. Maka Dahriyyah naik kemimbar dan berkata dengan sombongnya.

Dahriyah : Siapakah diantara kalian hai para ulama yang akan sanggup menjawab pertanyaanku?

Sejenak suasana hening,para ulama semua diam,namun tiba-tiba berdirilah Abu Hanifah dan berkata,

Abu Hanifah : Omongan apa ini ? maka barang siapa tahu pasti ia akan menjawab pertanyaanmu.

Dahriyyah : Siapa kamu hai anak ingusan,berani kamu bicara denganku,tidakkah kamu tahu,bahwa banyak yang berumur tua,bersorban besar,para pejabat,para pemilik jubah kebesaran mereka semua kalah dan diam dari pertanyaanku,kamu masih ingusan dan kecil badan berani menantangku!

Abu Hanifah : Allah tidak menyimpan kemuliaan dan keagungan kepada pemilik sorban yang besar dan para pejabat,dan para pembesar,tetapi kemuliaan hanya diberikan kepada al-ulama.

Dahriyah : Apakah kamu akan menjawab pertanyanku?

Abu Hanifah : Ya aku akan menjawab pertanyaanmu dengan taufiq Allah.

Dahriyyah : Apakah Allah itu ada?

Abu Hanifah : Ya ada

Dahriyyah : Dimana Dia?

Abu Hanifah : Dia,tiada tempat bagi Dia

Dahriyyah : Bagaimana bisa disebut ada bila Dia tak punya tempat?

Abu Hanifah : Dalilnya ada dibadan kamu yaitu ruh, saya tanya, kalau kamu yakin ruh itu ada,maka dimana tempatnya? Dikepalamu,diperutmu atau dikakimu?

Dahriah diam seribu basa dengan muka malu. Lalu Abu Hanifah minta air susu pada gurunya Syaikh Himad,dan ia bertanya pada Dahriyyah

Abu Hanifah : Apakah kamu yakin didalam susu ini ada manis?

Dahriyyah : Ya saya yakin disusu itu ada manis

Abu Hanifah : Kalau kamu yakin ada manisnya,saya tanya apakah manisnya ada di bawah,atau ditengah,atau di atas?

lagi lagi Dahriyyah diam dengan rasa malu,lalu abu hanifah menjelaskan : seperti ruh atau manis yang tidak memiliki tempat,maka seperti itu pula tidak akan ditemukan bagi Allah tempat di alam ini baik di arsy atau dunia ini. Lalu Dahriyyah bertanya lagi.

Dahriyyah : Sebelum Allah itu apa dan setelah Allah itu apa?

Abu Hanifah : Tidak ada apa-apa sebelum Allah dan sesudahnya tidak ada apa-apa.

Dahriyyah : Bagaimana bisa dijelaskan bila sebelum dan sesudahnya tak ada apa-apa?

Abu Hanifah : Dalilnya ada di jari tangan kamu,apakah sebelum jempol dan apakah setelah kelingking? Dan apakah kamu akan bisa menerangkan jempol duluan atau kelingking duluan? Demikianlah sifat Allah. Ada sebelum semuanya ada dan tetap ada bila semua tiada. Itulah makna kalimat Ada bagi hak Alloh.

Lagi-lagi Dahriyyah dipermalukan,lalu ia berkata,

Dahriyyah : Satu lagi pertanyaanku yaitu,apa perbuatan Allah sekarang ini?

Abu Hanifah : Kamu telah membalikan fakta, seharusnya yang bertanya itu di bawah mimbar dan yang di tanya di atas mimbar. Akhirnya Dahriyyah turun dari mimbar dan Abu Hanifah naik ke atas mimbar.

Dahriyyah : Apa perbuatan Allah sekarang?

Abu Hanifah : Perbuatan Allah sekarang adalah menjatuhkan orang yang tersesat seperti kamu kebawah jurang neraka dan menaikan yang benar seperti aku keatas mimbar keagungan.

Maha suci Alloh yang telah menyelamatka Aqidah ahli sunnah wal jamaah melalui anak kecil.

Sumber : Kitab Fathul Majid karya Syekh Muhammad Nawawi bin Umar Al Jawi Asy Syafi’i

SEMOGA BERMANFAAT


Peringatan Allah dalam Al-Quran: ~ Menambatkan Hati Kepada Dunia

Peringatan Allah dalam Al-Quran:
~ Menambatkan Hati Kepada Dunia

Allah Swt berfirman, "Sesungguhnya orang-orang yang tidak mengharapkan (tidak percaya akan) pertemuan dengan Kami, dan merasa puas dengan kehidupan dunia serta merasa tenteram dengan kehidupan itu dan orang-orang yang melalaikan ayat-ayat Kami, mereka itu tempatnya ialah neraka, disebabkan apa yang selalu mereka kerjakan." (QS. Yunus: 7-8)



Dalam pandangan Allah Swt, kehidupan dunia dengan segala kenikmatannya hanya sementara. Dunia bila dibandingkan dengan kehidupan abadi di akhirat sangat kecil dan tidak berarti apa-apa.[1] Dari sini, Allah Swt yang penuh kasih senantiasa menyadarkan manusia akan kenyataan ini dan memperingatkannya agar jangan sampai manusia lebih memilih kehidupan dunia yang fana ini dan menggantinya dengan kehidupan abadi di akhirat. Karena bila hal itu yang dilakukan manusia, maka ia akan tergolong orang-orang yang tertipu.[2] Peringatan ini banyak disampaikan dalam ayat-ayat al-Quran.



Satu dari prinsi penting dalam al-Quran adalah ajakan kepada manusia untuk memperhatikan urusan akhirat, beriman kepada hari akhirat dan tidak menambatkan hati kepada dunia. Sebagai contoh, dalam surat Fathir ayat 5 Allah Swt berfirman, "Hai manusia, sesungguhnya janji Allah adalah benar, maka sekali-kali janganlah kehidupan dunia memperdayakan kamu dan sekali-kali janganlah setan yang pandai menipu, memperdayakan kamu tentang Allah."



Selain peringatan transparan yang disampaikan dalam ayat ini, al-Quran juga berbicara tentang nasib orang-orang yang menambatkan hatinya pada dunia dan dengan itu kita dapat memahami peringatan Allah Swt tentang masalah ini. Surat al-Jatsiyah menyinggung masalah ini, dimana sebagian manusia melupakan masalah akhirat dan pada gilirannya, Allah Swt juga tidak memperhatikan mereka yang berujung pada mereka akan ditempatkan di neraka dan tidak akan ada yang menolong mereka.



Allah Swt dalam al-Quran menyebut balasan mereka itu dikarenakan dua hal:



1. Mengolok-olok tanda-tanda kekuasaan Allah.



2. Tertipu dengan kehidupan dunia.[3]



Dalam surat Ibrahim dijelaskan mengenai ciri khas orang-orang Kafir, dimana mereka akan merasakan azab yang sangat pedih, karena mereka lebih memilih kehidupan dunia ketimbang akhirat.[4] Dalam ayat 7-8 surat Yunus, Allah Swt telah memperingatkan bahwa begitu berharap kepada dunia dan mempercayainya[5] tidak ada balasan lain kecuali neraka. Begitu juga dalam ayat lain Allah Swt mengabarkan satu kondisi di Hari Kiamat dan mengingatkan percakapan-Nya dengan sekelompok jin dan manusia seperti ini, "Hai golongan jin dan manusia, apakah belum datang kepadamu rasul-rasul dari golongan kamu sendiri, yang menyampaikan kepadamu ayat-ayatKu dan memberi peringatan kepadamu terhadap pertemuanmu dengan hari ini? Mereka berkata, "Kami menjadi saksi atas diri kami sendiri", kehidupan dunia telah menipu mereka, dan mereka menjadi saksi atas diri mereka sendiri, bahwa mereka adalah orang-orang yang kafir."



Dengan dasar ini, tidak mempedulikan tanda-tanda kekuasaan Allah dan melupakan pertemuan dengan Allah di Hari Kiamat, semuanya berasal dari tertipunya manusia akan dunia. Sekarang dengan memperhatikan semua peringatan ini, apakah Allah Swt telah menyiapkan solusi untuk mengobati sifat cinta dunia dan tertipunya manusia di hadapan dunia?



Tak syak bahwa al-Quran menjadi obat penyembuh penyakit hati orang-orang yang mencintai Allah. Al-Quran telah menyiapkan obat bagi penyakit dan sifat buruk ini. Dalam banyak ayat al-Quran telah dijelaskan bagaimana caranya mengobati manusia yang begitu mencintai dunia. Di ini akan dijelaskan dua metode umum yang diambil dari sejumlah ayat al-Quran:



Pertama, mendorong dan memotivasi manusia untuk mencari keutamaan akhirat, memfokuskan mereka kepada nikmat-nikmat ukhrawi dan mengingatkan akah azab ilahi. Boleh dikata ada sekitar sepertiga dari ayat-ayat al-Quran yang berbicar tentang teman ini. Sejatinya, ini merupakan jalan terbaik untuk mengobati penyakit cinta dunia. Karena kebanyakan manusia mencintai dunia demi hidup yang enak dan senang. Sekarang, bila senantiaa disampaikan kepadanya bahwa apa yang diinginkannya tidak bisa terealisasi semuanya, kecuali di akhirat dan hanya di akhirat saja manusia dapat merasakan kenikmatan yang abadi, maka tak ragu lagi manusia akan terdorong untuk mencari kenikmatan abadi akhirat dan mengurangi kecintaannya akan dunia.



Kedua, mengingatkan manusia akan nasib orang-orang terdahulu. Kaum yang disebutkan al-Quran memiliki harta yang banyak,[6] dan memiliki tanah yang luas,[7] tapi mereka mendapat siksa ilahi dan binasa. Mereka ternyata tidak kekal di dunia dan tidak mampu menyelamatkan diri dari azab ilahi.



Memperhatian dua hal ini dan memikirkannya dapat menjadi cara terbaik untuk mengobati penyakit cinta dunia.



Sumber: Hoshdar-ha va Tahzir-haye Qorani, Hamid Reza Habibollahi, 1387 Hs, Markaz-e Pajuhesh-haye Seda va Sima.

SEMOGA Bermanfaat


SARAN & KRITIK SERTA PERTANYAAN SERTAKAN PADA KOLOM KOMENTAR